twitter
rss

MAKALAH ILMU PENYAKIT
APENDISITIS













Disusun Oleh :
Nama Kelompok :
1.     Lisa Noviyanti           (06)
2.     Puji Arianti                (09)
3.     Tia Dewi Ekawati      (15)
4.     Zainab Ar Rosyidah   (16)
Kelas : XI-Keperawatan

TAHUN PELAJARAN 2014/2015
SMK TERPADU BHAKTI INDONESIA  
MAKALAH ILMU PENYAKIT
APENDISITIS












Disusun Oleh :
Nama Kelompok :
1.     Lisa Noviyanti                (06)
2.     Puji Arianti                      (09)
3.     Tia Dewi Ekawati            (15)
4.     Zainab Ar Rosyidah        (16)
Kelas : XI-Keperawatan

TAHUN PELAJARAN 2014/2015
SMK TERPADU BHAKTI INDONESIA
ii

Kata Pengantar


          Puji  syukur  kami  panjatkan  kehadirat  Tuhan  Allah  Yang  Maha  Pengasih  dan Maha  Penyayang  yang  telah  melimpahkan  rahmat  dan  hidayah-Nya  kepada  kami  sehingga  terwujud  Tugas Makalah Ilmu Penyakit Apendisitis.
          Laporan ini  kami  susun  untuk  melengkapi Tugas Makalah Ilmu Penyakit Apendisitis. Kami  menyadari  sepenuhnya  bahwa  laporan  ini  masih  belum  sempurna  dan  untuk  menjadi  sempurna  kami  sangat  membutuhkan  masukan  dari  pihak  lain.  Untuk  itu  kami mengharapkan  kepada  semua  pihak  untuk  memberikan  berbagai  masukan  dan kritik  demi  perbaikan  dan  kesempurnaan  laporan ini.
          Semoga  Tuhan  Allah  Yang  Maha  Pengasih  dan  Maha  Penyayang  selalu  memberikan  petunjuk  kepada  kita  dalam  pembentukan  generasi  yang  berakhlakul  karimah,  cinta  pada  bangsa  dan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.  AMIN.
Pati,  22 September  2014


Penulis


iii

Lembar Pengesahan

Tugas Makalah Ilmu Penyakit Apendisitis telah disahkan dan disetujui pada :
Hari            :
Tanggal      :





Pembimbing         



Utfianto Sunu Pamungkas, S.Kep,Ns






iv
DAFTAR ISI
Halaman Depan ………………………………………………………….  i
Halaman Judul …………………………………………………………  ii
Kata Pengantar ………………………………………………………… iii
Halaman Pengesahan ………………………………………………….. iv
Daftar Isi ……………………………………………………………….. v
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang …………………………………………………… 1
1.2.         Rumusan Masalah ……………………………………………….. 2
1.3.          Tujuan …………………………………………………………… 2
BAB 2.PEMBAHASAN
2.1.         Definisi Apendisitis………… …………………………………… 3
2.2.         Klasifikasi Apendisitis …………………………………………... 4
2.3.         Etiologi Apendisitis …………………………………………....... 7
2.4.         Manifestasi Klinik Apendisitis ………………………………...... 9
2.5.         Patofisiologi Apendisitis …………….………………………..... 12
2.6.         Komplikasi Apendisitis ………………………………………… 14
2.7.         Penatalaksanaan Apendisitis …………………………………… 15
BAB 3.PENUTUP
3.1.         Kesimpulan …………………………………………………….. 16
3.2.         Saran …………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 18

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.





1.2.         Rumusan Masalah
1.2.1.      Apa definisi dari apendisitis?
1.2.2.      Apa saja klasifikasi dari apendisitis?
1.2.3.      Bagaimana etiologi apendisitis?
1.2.4.      Apa manifestasi klinik apendisitis?
1.2.5.      Bagaimana patofisiologi apendisitis?
1.2.6.      Apa komplikasi apendisitis?
1.2.7.      Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?

1.3.         Tujuan
1.3.1.      Untuk mengetahui pengertian dari apendisitis
1.3.2.      Untuk mengetahui klasifikasi apensisitis
1.3.3.      Untuk mengetahui etiologi apendisitis
1.3.4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis apendisitis
1.3.5.      Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis
1.3.6.      Untuk mengetahui komplikasi apendisitis
1.3.7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan apendisitis










BAB II
PEMBAHASAN
2.1.         Definisi apendisitis
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis(Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).






2.2.         Klasifikasi Apendisitis
2.2.1.  Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a.      Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b.      Fekalit
c.      Benda asing
d.      Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

2.2.2.  Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

2.2.3.  Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

2.2.4.  Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

2.2.5.  Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.

2.2.6.  Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

2.2.7.  Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
APENDISITIS

2.3.         Etiologi Apendisitis
          Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 

1.        Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.

2.        Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.







3.        Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

4.        Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

5.        Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis










2.4.         Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1)                 Anoreksia biasanya tanda pertama.
2)                 Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar  ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3)                 Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Manifestasi Klinis:
1.                 Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2.                 Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3.                 Nyeri tekan lepas dijumpai.
4.                 Terdapat konstipasi atau diare.
5.                 Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6.                 Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7.                 Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8.                 Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9.                 Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10.             Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11.             Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

          Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal
Yaitu di belakang sekum (terlindungoleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda   rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi otot-otot yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas, yaitu:




1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah-  muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini,  sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester I, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih  ke regio lumbal kanan.













2.5.         Patofisiologi Apendisitis
Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).
            Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).








2.6.         Komplikasi Apendisitis
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Jenis komplikasi diantaranya:
1.     Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2.     Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3.     Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

2.7.         Penatalaksanaan Apendisitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1.      Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2.      Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3.      Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.






BAB III
PENUTUP
3.1.         Kesimpulan
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E.
Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis.
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan bukan peradangan usus buntu. apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Apendisitis ada 2 macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis. Yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena  infeksi bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.
Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis, yaitu nyeri, muntah dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, sasa sakit hilang timbul, diare atau konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan, perut kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan.
Pemeriksaan apendisitis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan colok dubur. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium dan radiologi.
3.2.         Saran
                 Bagi teman-teman keperawatan diharapkan dapat  memahami konsep dasar penyakit apendisitis yang berguna bagi kejuruan dan orang sekitar kita.
        Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang penyakit apendisitis.

















DAFTAR PUSTAKA
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC.
Engram. Barbara. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.
Harnawatiaj. 2008. Askep Apendisitis. (online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses pada 25 September 2014)
L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 25 September 2014)
Mahdi. 2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON .
(online)(http://askep-mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 25 September 2014)
RadenFahmi. 2010. Divertikulosis.
(online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses pada 25 September 2014)
Tanpa Pengarang.2009. Colonic Diverticular Disease. (online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/ diakses pada 25 September 2014)


0 komentar:

Posting Komentar